Orangyang memberikan penilaian positif pada orang lain menunjukkan dirinya punya kepribadian yang positif. Sebaliknya orang yang sering menilai negatif pertanda tidak mau dikalahkan dan anti sosial. Kecenderungan seseorang untuk menggambarkan orang lain dalam ucapan positif merupakan indicator penting dari kepribadian positif orang itu sendiri. SukaMenilai Orang Lain Buruk. Tak sedikit orang yang tak ingin mendapatkan penilaian buruk dari orang lain, apalagi mereka yang memiliki sifat egois. Mereka selalu menilai orang lain itu buruk tanpa menyadari kepribadiannya. 110 Contoh Ucapan Turut Berduka Cita dalam Agama Islam yang Baik dan Benar. Februari 11, 2022 Mei 24, 2022 #4. SemalamIdris berkata, kajian Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim) mendapati program yang akan berlangsung di Kompleks Sukan Negara Shah Alam pada 16 Julai ini mempunyai unsur-unsur keagamaan lain. "Kita nasihatkan kepada semua orang Islam supaya tidak sertai program ini. Ada banyak lagi program lain yang boleh disertai," katanya hari ini. Terlalubanyak menilai orang lain (jugdmental) Menilai itu tahapan berikutnya. Untuk membuka pintu pergaulan, nomor duakan itu. Atau juga, simpan dulu di batin anda. Terlalu cepat menghakimi orang lain bisa mengganggu kelancaran usaha dalam membuka pergaulan. . Sikap membanding-bandingkan merupakan kebiasaan yang kerap kali dilakukan seseorang, entah membandingkan diri dengan orang lain dalam hal jabatan, karier, kekayaan, dan sebagainya. Bisa juga membandingkan orang lain dengan pihak lain seperti membanding-bandingkan prestasi anak sendiri dengan teman sekelasnya. Lantas bagaimana pandangan Islam dengan sikap demikian? Membandingkan diri dengan orang lain atau orang lain dengan pihak lain, bisa tidak boleh dan bisa juga boleh, bahkan dianjurkan. Yang tidak diperbolehkan adalah ketika sikap membandingkan ini membuat kita kurang bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Dalam Al-Qur’an disebutkan, وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا Artinya, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” QS An-Nisa [3] 32 Ayat di atas berpesan kepada kita agar jangan membanding-bandingkan diri dengan orang lain sehingga muncul sifat iri atau hasud. Misalnya, membandingkan jatah rezeki yang telah Allah bagikan kepada hamba-Nya. Sebab, jika sudah muncul sifat iri akan membuat seseorang lupa diri sehingga dikhawatirkan akan menghalalkan segala cara agar bisa mengungguli orang lain. Fakhruddin ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [1981], juz X, halaman 82. Terkait bahaya sifat hasud, ada sejumlah ayat Al-Qur’an, hadits, dan pesan para sahabat Nabi atsar yang sudah menyinggungnya. Dalam satu hadits diriwayatkan وعنْ أنَسٍ رضي اللَّه عنهُ قال قال رسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم لا تَقَاطَعُوا، ولا تَدابروا، ولا تباغضُوا، ولا تحاسدُوا، وكُونُوا عِبادَ اللَّهِ إخْواناً. ولا يحِلُّ لمُسْلِمٍ أنْ يهْجُرَ أخَاهُ فَوقَ ثَلاثٍ. متفقٌ عليه Artinya, “Dari Anas ra, berkata, Rasulullah saw bersabda, Janganlah engkau semua saling memutuskan hubungan persahabatan atau kekeluargaan, jangan saling membelakangi, jangan saling membenci serta jangan pula saling mendengki. Jadilah engkau semua, hai hamba-hamba Allah, sebagai saudara-saudara. Tidak boleh seorang Muslim meninggalkan tidak menyapa saudaranya lebih dari tiga hari.’” Muttafaq alaih Ibnu Mas’ud pernah menyampaikan bahwa orang yang memiliki sifat hasud bagaikan orang yang memusuhi nikmat Allah. Sebab, ia tidak senang ketika ada orang lain mendapat nikmat yang telah Allah anugerahkan. Sebaliknya, ia akan bertepuk tangan jika mihat orang yang dihasudinya hancur. Kendati sikap membanding-bandingkan tidak diperbolehkan, ada juga yang diperbolehkan, yaitu ketika dilakukan dengan tujuan supaya mendapat motivasi dari orang lain. Misalnya, membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki semangat belajar lebih giat atau kualitas ibadah tinggi sehingga kita juga ikut terpacu untuk meningkatkan kualitas diri. Sebab itu Rasulullah saw menganjurkan kita agar sering bergaul dengan orang saleh agar kita banyak berintrospeksi diri dan terus mendapat suntikan semangat beramal baik. Nabi saw bersabda إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السُّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ؛ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً. متفق عليه Artinya, “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dan tukang besi. Penjual minyak wangi, jika ia tidak menghadiahkan padamu minyak wangi, maka engkau akan beli darinya, atau paling tidak engkau akan ketularan harumnya. Sedangkan tukang besi, jika bajumu tidak terbakar akibat terkena percikan api yang ada di tungku besinya, setidak-tidaknya engkau akan keluar dari tempat kerjanya dalam keadaan bau asap.” Muttafaq Alaih Berbeda dalam urusan akhirat, jika membandingkan diri dengan orang lain dalam urusan duniawi seperti karier, kekayaan, prestasi, dan sebagainya, kita dianjurkan untuk melihat orang yang levelnya berada di bawah nasib kita. Dengan begitu harapannya akan membuat kita tetap bisa bersyukur karena Allah swt masih memberi yang lebih baik kepada diri kita dibanding orang lain. Dalam satu hadits diriwayatkan عن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ؛ فَهُوَ أجْدَرُ أنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عَلَيْكُمْ Artinya, “Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, beliau berkata, Rasulullah saw bersabda, Lihatlah siapa yang berada di bawah kalian, dan jangan melihat orang yang berada di atas kalian, sebab yang demikian lebih patut agar kalian tidak memandang remeh nikmat Allah atas kalian.’” HR al-Bukhari. Melaui hadits ini, Imam Ibnu Hajar menyampaikan, jika dalam urusan ibadah hendaknya seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki kualitas lebih baik darinya sehingga menjadi motivasi untuk meningkatkan kualitas ibadah dirinya. Berbeda dalam urusan duniawi, hendaknya ia membandingkan dirinya dengan orang lain yang nasibnya berada di bawahnya sehingga ia bisa tetap bersyukur telah diberi kelebihan. Ibnu Hajar, Fathul Bari, juz XI, halaman 276. Simpulannya, jika membandingkan diri dalam urusan duniawi harus dicermati terlebih dulu. Jika sikap tersebut membuat kita semangat untuk meningkatkan kualitas diri maka boleh, bahkan dianjurkan. Seperti membandingkan diri dengan semangat belajar orang lain. Sebaliknya, jika hal demikian justru membuat kita kurang bersyukur atau timbul hasud, maka tidak boleh. Seperti membandingkan diri dengan orang lain terkait besaran gaji. Sementara dalam hal membandingkan diri dalam urusan akhirat maka mutlak diperbolehkan karena bisa membuat semangat ibadah kita terpacu. Seperti membandingkan diri dengan orang lain yang lebih rajin menjalankan shalat berjamaah. Wallahu a’lam. Ustadz Muhamad Abror, Penulis Keislaman NU Online, Alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta Oleh Lina Maryani [email protected] SANGATLAH lucu apabila penilaian manusia menjadi tolok ukur untuk menilai baik atau buruknya seseorang dan untuk menilai banyak atau sedikitnya amal seseorang yang hanya bermodalkan apa yang ia lihat oleh matanya. Namun, tidak dipungkiri di zaman globalisasi saat ini banyak sekali manusia yang mencap baik atau buruknya seseorang hanya bermodalkan melihat instastory dan postingan media sosial. Menurut saya hal tersebut adalah salah besar. Lalu apakah penilaian manusia itu penting? Tentunya TIDAK. Foto Pinterest BACA JUGA Sudut Pandang Manusia Tidak ada yang berhak menilai seseorang menggunakan kacamatanya sendiri. Islam itu mengajarkan dan mendidik seorang hambanya untuk mengintrospeksi diri sendiri dan bukan sibuk mengintrospeksi orang lain apalagi untuk menilai baik atau buruknya orang lain karena apa yang dilihat belum tentu seutuhnya benar. Perlu diketahui bahwa tujuan kita hidup di dunia adalah “mardhaatillah” ridha Allah, dicintai Allah.Allah pun menegaskan dalam QS. Al-Bayyinah5 “Dan mereka tidaklah disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” Sungguh sangatlah melelahkan mengejar penilaian manusia yang belum tentu sesuai dengan standar pemikiran dari manusia itu sendiri apalagi manusia diciptakan dengan sifat dan watak yang berbeda-beda, dan tidak mungkin kita mampu untuk berbuat kebaikan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh semua manusia. Foto Pinterest BACA JUGA Ingin Jadi Manusia yang Ikhlas? Ketahui 5 Ciri Ini Oleh sebab itu cukuplah Allah ridha atas kebaikan yang telah kita perbuat dan jangan pedulikan penilaian dari manusia, karena berbuat baik untuk mendapatkan penilaian manusia adalah perbuatan yang sia-sia. Fokuslah terhadap ridha Allah dan lakukanlah semua kebaikan karena Allah tanpa harus peduli oleh standar penilaian manusia, karena sesungguhnya kebaikan lillahi ta’ala yang telah diperbuat selama hidup akan menjadikan ladang amal yang akan menyelamatkanmu di akhirat kelak. [] Islam mewajibkan setiap umatnya untuk saling mengingatkan dan menasehati. Namun dalam mengingatkan seseorang, terdapat beberapa cara tertentu yang harus diperhatikan. Berikut ini adalah beberapa cara mengingatkan orang lain dalam Islam 1. Nasehati dengan diam-diamAl Hafizh Ibnu Rajab berkata “Apabila para salaf hendak memberikan nasehat kepada seseorang, maka mereka menasehatinya secara rahasia… Barangsiapa yang menasehati saudaranya berduaan saja maka itulah nasehat. Dan barangsiapa yang menasehatinya di depan orang banyak maka sebenarnya dia mempermalukannya.” Jami’ Al Ulum wa Al Hikam, halaman 77Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh Zhahiri menuturkan,“Jika kamu hendak memberi nasehat sampaikanlah secara rahasia bukan terang-terangan dan dengan sindiran bukan terang-terangan. Terkecuali jika bahasa sindiran tidak dipahami oleh orang yang kamu nasehati, maka berterus teranglah!” Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 442. Nasehati dengan lemah lembutAllah Ta’ala berfirman,فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya Fir’aun dengan kata-kata yang lemah lembut.” QS. Ath Thaha 44Baca jugaMengenal Diri Sendiri Dalam IslamHakikat Manusia Menurut IslamKedudukan Wanita Dalam IslamTujuan Hidup Menurut IslamTips Hidup Bahagia Menurut IslamNabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ “Setiap sikap kelembutan yang ada pada sesuatu, pasti akan menghiasinya. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya. HR. Muslim3. Tidak memaksaCara mengingatkan orang lain dalam Islam berikutnya adalah dengan tidak memaksakannya kepada orang lain. Ibnu Hazm Azh Zhahiri mengatakan“Janganlah kamu memberi nasehat dengan mensyaratkan nasehatmu harus diterima. Jika kamu melanggar batas ini, maka kamu adalah seorang yang zhalim…” Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 444. Ingatkan di saat yang tepatIbnu Mas’ud pernah berkata“Sesungguhnya adakalanya hati bersemangat dan mudah menerima, dan adakalanya hati lesu dan mudah menolak. Maka ajaklah hati saat dia bersemangat dan mudah menerima dan tinggalkanlah saat dia malas dan mudah menolak.” Al Adab Asy Syar’iyyah, Ibnu MuflihBaca jugaSumpah Pocong Dalam IslamPenyebab Terhalangnya Jodoh dalam IslamCara Menghindari Pelet Menurut IslamHukum akad nikah di bulan ramadhanNabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah berkata yang baik atau diam…”HR. Bukhari dan Muslim5. Mengingatkan dengan penuh kasihDari Anas radhiyallahu anhu, ia berkata, “Tidaklah sempurna iman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” Muttafaqun alaih. HR. Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45.Al Khottobi rahimahullah,النصيحةُ كلمةٌ يُعبر بها عن جملة هي إرادةُ الخيرِ للمنصوح له“Nasehat adalah kalimat ungkapan yang bermakna memberikan kebaikan kepada yang dinasehati” Jami’ul Ulum wal Hikam, 1 219.Imam Nawawi rahimahullah berkata,“Menasehati sesama muslim selain ulil amri berarti adalah menunjuki berbagai maslahat untuk mereka yaitu dalam urusan dunia dan akhirat mereka, tidak menyakiti mereka, mengajarkan perkara yang mereka tidak tahu, menolong mereka dengan perkataan dan perbuatan, menutupi aib mereka, menghilangkan mereka dari bahaya dan memberikan mereka manfaat serta melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.” Syarh Shahih Muslim, 2 35.6. Selalu berwajah ceriaRasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,“Kamu tidak akan mampu berbuat baik kepada semua manusia denga hartamu, maka hendaknya kebaikanmu sampai kepada mereka dengan keceriaan pada wajahmu.” al-Hakim 1/2127. Jangan menghinaAllah berfirman,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” QS. Al Hujurat 11Baca jugaHukum sholat jumat bagi wanitaHukum meninggalkan shalat jumatHukum menggambar makhluk hidupHukum perceraian dalam islamHukum mencium kaki ibu dalam islamHukum aqiqah dalam islam8. Mengingatkan dengan ilmuAllah Ta’ala berfirman,“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” QS. Al Isra’ 369. Tidak berisi hasutanSyeikh Ibnu Baz –rahimahullah- berkata“Nasehat itu adalah keikhlasan pada sesuatu dan tidak mengandung kecurangan dan pengkhianatan di dalamnya. Seorang muslim itu karena besarnya kedekatan dan kecintaannya kepada saudaranya, maka ia menasehati dan mengarahkannya kepada sesuatu yang bermanfaat baginya dan apa yang menurutnya tulus, tidak ada noda dan tidak ada kecurangan, seperti halnya ucapan orang Arab “Emas si pemberi nasehat” maksudnya adalah bersih dari kecurangan, dikatakan juga dengan “Madu si pemberi nasehat”, maksudnya adalah bersih kecurangan dan perpecahan”. Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz 5/9010. Disampaikan dengan cara paling baikAllah –Ta’ala- telah berfirman ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ سورة النحل 125“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. QS. An Nahl 125Baca jugaMengenal Diri Sendiri Dalam IslamHakikat Manusia Menurut IslamKedudukan Wanita Dalam IslamTujuan Hidup Menurut IslamTips Hidup Bahagia Menurut Islam11. Dilakukan terang-terangan jika diperlukanIbnu Hazm –rahimahullah- berkata“Jika kamu ingin menasehati, maka nasehatilah dengan sembunyi-sembunyi tidak dengan terang-terangan, dengan bahasa kiasan tidak dengan bahasa lugas, kecuali jika yang dinasehati tidak memahami bahasa kiasan maka diperlukan bahasa yang lugas dan jelas. Jika kamu menyakiti wajah-wajah tersebut maka kamu seorang yang zhalim, bukan sebagai pemberi nasehat”. Al Akhlak Wa As Siyar 4512. Memberikan contohAllah –Ta’ala- berfirman mencela Bani Israil karena bertentangan antara ucapan dan tindakan merekaأَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ سورة البقرة 44“Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebajikan, sedang kamu melupakan diri kewajiban mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab Taurat? Maka tidakkah kamu berpikir?”. QS. Al Baqarah 44Itulah 12 cara mengingatkan orang lain dalam Islam. Semoga kita semua bisa selalu berada dalam lingkaran saling mengingatkan satu sama lain karena manusia terbaik adalah manusia yang selalu bermanfaat bagi orang lain m Casing bagus belum tentu menunjukkan dalamnya juga ikut BagusIbaratnya seperti kita memilih hape. Casingnya kita lihat bagus, menarik, kinclong. Namun jeroannya bagian dalamnya belum tentu demikian. Bagian dalam handphone tersebut belum tentu sebaik kita dapat menilai hape tersebut baik bagaimana?Yah tentu, tanya-tanya dong orang yang sudah pernah menggunakan hape tersebut. Pasti dia bisa memberi komentar.“Ooh, hape ini baterainya gak kuat, gak bisa bertahan lama.”“Hape ini, loadingnya lambat.”“Hape tersebut, RAM-nya kecil.”“Hape ini kameranya kurang bagus hasilnya.”Orang yang pernah menggunakan hape semacam itu akan mudah sekali dalam memberikan ManusiaCasing manusia juga demikian memang hanya bisa tahu seseorang dari tampilan luarnya atau lahiriyahnya. Untuk dalamnya, niat hatinya, kita tak tahu. Hatinya suka bermaksiat, kita tidak bisa tahu. Kegemarannya yang suka bermaksiat kala sendiri pun, kita tak bagaimana kita menilainya? Hal ini sangat dibutuhkan oleh seseorang yang ingin mencari pasangan hidup, mencari suami atau saja diketahui dari orang-orang yang pernah bersama akan bisa beri penilaian. Namun sulit bagi kita bertanya pada orang yang memproduksi, karena pasti orang yang akan dinilai selalu dapat penilaian positif dan sisi negatif selalu tanyalah pada teman karibnya. Tanyalah pada teman kosnya. Tanyalah pada teman kampusnya. Tanyalah pada seorang alim yang dekat dengannya. Mereka-mereka tadi akan lebih tahu isi casing kadang kita temui …Ada orang yang terlihat alim dilihat dari penampilan, tak tahunya punya hubungan gelap dengan orang yang terlihat berjubah, tak tahunya berpemahaman orang yang lantunan bacaan qurannya bagus, tak tahunya kelakuannya sering tonton video yang tidak orang yang terlihat biasa-biasa, eehh … malah dialah yang lebih mulia di sisi Nilai HatiYang jelas Allah menilai hati kita, bukan casing kita. Kita tak perlu pamerkan casing kita yang bagus, berusahalah terus memperbaiki hati Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakr radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ ». وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ“Sesungguhnya Allah tidaklah melihat pada tubuh kalian. Akan tetapi, Allah melihat pada hati kalian.” Beliau berisyarat menunjuk dadanya dengan jari-jemarinya. HR. Muslim, no. 2564Cara Menilai OrangKala menilai orang …Kita hukumi orang sebatas lahiriyah, tak bisa kita hukumi batinnya. Namun kadang kita bisa tahu jeleknya seseorang dari komentar orang yang pernah dekat dengannya atau ada bukti aktual yang membongkar kejelekannya Perlu Berlebihan MenilaiDari sini kita bisa ambil pelajaran, jangan berlebihan dalam menilai dan memuji casing yang bagus karena dalamnya kita tak memaparkan dalam Al-Mufhim limaa Asykala min Talkhish Kitab Muslim 6 539, “Kalau hati itu yang memperbagus amalan lahiriyah dan amalan hati adalah suatu yang ghaib bagi kita, maka janganlah menebak-nebak hal batin seseorang dengan mudah karena cuma sekedar melihat dari casing luar dari ketaatan atau kesalahan yang saja yang menjaga amalan baik secara lahiriyah, Allah-lah yang mengetahui bagaimana sifat jelek atau tercela yang ada dalam hatinya. Sebaliknya, siapa pun yang melihat seseorang berbuat jelek dan itu nampak, maka barangkali ada sifat baik dalam hatinya yang menyebabkan kesalahannya amalan lahiriyah hanya jadi sangkaan kuat, namun tak menunjukkan secara tegas isi hati seseorang baik ataukah kita tidak boleh berlebihan dalam mengagungkan orang yang kita lihat secara lahiriyah nampak gemar beramal shalih. Begitu pula jangan sampai menganggap hina orang muslim yang secara lahiriyah dilihat jelek. Kita tetap mencela perbuatan jelek yang dilakukan, namun bukan mencela individunya untuk masalah ini perbedaannya sangatlah tipis.”Ingat hati manusia itu bisa berbolak-balik. Bisa jadi saat ini ia sesat dan gemar maksiat, namun keesokan hari, ia berubah menjadi shalih. Bisa jadi pula malah sebaliknya. Hati manusia –ingatlah- di antara jari-jemari Manusia di antara Jari-Jemari Ar-RahmanDari Amr bin Al-Ash, ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ قُلُوبَ بَنِى آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ». ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ »“Sesungguhnya seluruh manusia hatinya di antara jari-jemari Ar-Rahman, seperti satu hati. Sekehendak-Nya hati itu dibolak-balikkan.” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lantas mengucapkan do’a, “Allahumma musharrifal qulub sharrif quluubanaa ala tho’atik artinya Ya Allah, Yang Maha Membolak-Balikkan hati, tetapkanlah hati kami terus dalam ketaatan pada-Mu.” HR. Muslim, no. 2654Moga Allah terus meneguhkan hati kita dalam ketaatan pada-Nya. Allahumma musharrifal qulub sharrif quluubanaa ala tho’atik.

menilai orang lain menurut islam